paper diplomasi era gusdur


Nama : Redha Alfian
NIM : 1001120325
Kelas : Reguler A, Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Diplomasi Indonesia
Dosen : Ahmad Jamaan S.ip, M.si.
Pendahuluan
Politik atau kebijakan luar negeri pada hakikatnya kepanjangan tangan dari politik dalam negeri sebuah negara.Nah,mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid punya gaya sendiri. Gaya diplomasi luar negeri pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang paling eksentrik dibandingkan pemerintahan presiden yan lain.

Pembahasan
Pemilu pada 1999 membawa Abdurrahman Wahid sebagai presiden terpilih periode1999-2004. Tidak banyak kemajuan yang terjadi pada masa pemerintahan nya, terutama dalam politik  luar  negeri.  Terlepas  dari  perjalanan  transisi  menuju  demokrasi,  kepercayaan internasional masih terasa rendah terhadap Indonesia. Hubungan sipil militer menjadi salah satu isu utama dalam perjalanan transisi menuju demokrasi di Indonesia.

Perjalanan diplomasi Abdurrahman wahid
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya1
sebelumnya adalah fokusnya pada hubungan bilateral. Seringnya lawatan Gus Dur panggilan akrab Abdurrahman Wahid paling tidak menjadikan identitas penting kebijakan luar negeri pemerintahannya. Kebijakan luar negeri dengan fokus bilateral yang diterapkan Gus Dur adalah tur atau berkunjung ke berbagai negara.
Itu memberikan satu arahan penting agar jalur diplomasi Indonesia tidak melenceng. Pematangan hubungan bilateral agar Indonesia tidak memiliki “musuh” luar negeri. Diplomasi bilateral juga mendekatkan perspektif bahwa Indonesia memiliki banyak “kawan” di dunia internasional. Kebijakan seperti itu terbilang sangat efektif ketika itu. Sebagaimana diungkapkan Juru Bicara Departemen Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah.
Teknik Multilateral, baik global atau regional, juga banyak menyudutkan posisi tawar-menawar RI di luar negeri. Pada pemerintahan Gus Dur bahkan ada wacana mengenai upaya pembentukan aliansi baru Indonesia-Republik Rakyat China (RRC)-India. Aliansi itu sebenarnya merupakan antitesis dari kekecewaan terhadap sikap “poros Barat” yang kurang mendukung pengentasan krisis nasional.
Ketika itu Indonesia dengan tegas berani memberikan wacana baru. Lebih dari itu, Gus Dur juga ingin menyatukan poros-poros dunia,Timur dan Barat, dalam kekuatan yang menyatu dan sinergi. Artinya untuk mengembangkan kehidupan politik ke depan, Indonesia tidak bisa meninggalkan kawasan Asia Pasifik. Sementara ini Pasifik memang dihegemoni oleh Asia Timur (China dan Jepang) dan menjadi kawasan perebutan Amerika dan Australia. Gus Dur ingin Indonesia bermain di wilayah itu.
Pada waktu zaman Presiden Abdurrahman Wahid, diplomasi Indonesia memang mendekati negara-negara Pasifik,” papar Faizasyah. Adanya perubahan orientasi politik luar negeri ke negaranegara berkembang bisa jadi dilatarbelakangi oleh kekecewaan Gus Dur terhadap sikap arogan negaranegara Barat (khususnya Australia) dalam masalah Timor Leste.
Pada pemerintahan sebelumnya, kedekatan RI dengan Barat menghasilkan kemajuan ekonomi dan teknologi, tapi dari aspek politik justru membuat RI seringkali menjadi korban arogansi Barat. Karena itu,reorientasi kebijakan luar negeri di bawah Gus Dur diharapkan berdampak positif. Jakarta dapat lebih leluasa menjalankan politik luar negerinya yang bebas dan aktif.
Apa yang dilakukan Gus Dur itu hampir sama dengan apa yang dilakukan pemerintahan Syiah atau Para Mullah di Iran pascarevolusi 1979,yang lebih menekankan pada kerja sama dengan sesama negara berkembang. Niat baik diplomasi Gus Dur untuk rencana membuka diplomasi dengan Israel mendapatkan ganjalan dari dalam negeri.
Namun, setelah muncul reaksi masyarakat muslim, mereka menyatakan rencana peresmian hubungan dengan negara zionis itu sebatas pada sektor perdagangan dan ekonomi, bukan diplomatik. Meski demikian, rencana pembukaan hubungan dagang RI-Israel pun ternyata mendapat serangan bertubi-tubi.
Akhirnya, itu hanya menjadi wacana semata. Sementara itu, prestasi diplomasi lain pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid adalah penyelesaian masalah residu pemisahan Timor Timur. Berkaitan dengan pelanggaran HAM di Timor Leste, Pemerintah RI pada Sidang Komisi HAM (KHAM) Tahun 2000 menegaskan kembali sikap yang menolak pembentukan International Tribunal untuk mengadili para pelanggar HAM di Timor Timur sejak diumumkannya opsi kedua.
Sengketa Timor Leste

Pemerintah berketetapan untuk memproses dan mengadili mereka yang bersalah melalui mekanisme hukum nasional. Pada pembahasan di Sidang KHAM ke-56 telah dikeluarkan sebuah Chairman Statement yang menggarisbawahi kesungguhan Pemerintah RI dalam melaksanakan peradilan HAM terhadap para pelanggar HAM di Timor Leste.
Masih mengenai Timor Leste, Indonesia telah berketetapan untuk membuka lembaran baru dalam membina hubungan dan kerja sama dengan Timor Leste berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati, hubungan bertetangga yang baik dan saling menguntungkan, baik selama masa transisi di bawah otoritas sementara UNTAET maupun dalam jangka panjang.
Sikap tersebut telah direfleksikan antara lain dengan kunjungan Presiden RI ke Timor Timur pada 29 Februari 2000, sambutan atas serangkaian kunjungan pimpinan UNTAET maupun masyarakat Timtim ke Indonesia dan pembukaan Kantor Urusan Kepentingan RI (KUKRI) di Dili.
Indonesia dan UNTAET. telah melakukan serangkaian perundingan membahas berbagai masalah yang timbul sebagai akibat dari pengalihan kekuasaan antara lain masalah perbatasan, pembayaran pensiun PNS asal Timor Timur, kelanjutan studi dan beasiswa mahasiswa asal Timor Timur, masalah aset dan arsip mengenai Timor Timur, peninggalan warisan kebudayaan dan penyelesaian masalah pengungsi Timor Timur di NTT.
Selama masa pemerintahan Gus Dur, Indonesia telah turut melakukan berbagai upaya dalam pemajuan dan perlindungan HAM secara internasional antara lain pada Februari 2000 Indonesia telah menandatangani Optional Protocol dari Conventions on the Elimination of Discrimination Against Women. Selain itu, Gus Dur juga merupakan presiden yang mengutamakan diplomasi untuk tujuan ekonomi atau yang dikenal dengan “diplomasi ekonomi”.
Diplomasi ekonomi juga menjadi aspek penting yang menjadi fokus dalam pemerintahan Gus Dur.Tujuannya adalah mendapatkan kepercayaan dari luar negeri dengan maksud menarik investor asing ke Indonesia. Pada waktu Gus Dur, pelaksanaan diplomasi ekonomi dikonsentrasikan pada pemulihan perekonomian nasional melalui upaya mencari dan menembus pasar-pasar baru serta meningkatkan hubungan perdagangan yang sudah ada dengan negara-negara yang dinilai potensial bagi peningkatan ekspor nonmigas2
Dalam proses adaptasi ini, pemerintahan Gus Dur memunculkan aspek mutualisme dalam politik luar negerinya, yaitu mengembangkan kerjasama internasional yang didasari oleh kepentingan dan mengutamakan pendekatan regional. Ada beberapa alasan yang memperkuat alasan tersebut :
Pertama, perubahan-perubahan dalam negeri Indonesia telah memunculkan pandangan kritis masyarakat terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan memperbesar tuntutan mereka terhadap pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah nasional, terutama masalah ekonomi
Kedua, sebagai konsekuensi dari perubahan yang disebut pertama adalah semacam consensus antara pemimpin dan masyarakat Indonesia, untuk membangun strategi yang memungkinkan Indonesia memiliki kebebasan lebih besar untuk mempromosikan pengaturan baru di luar negeri yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam negeri.
Ketiga, hasil dari proses demokrasi dalam politik Indonesia, memberi peluang bagi munculnya mekanisme yang lebih adaptif terhadap tuntutan yang muncul didalam maupun dari luar.
Berdasarkan beberapa perubahan yang terjadi, maka Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur menetapkan kebijakan politik dan hubungan luar negeri yang disebut Ecumenical Diplomacy yaitu merangkul semua negara untuk memperluas persahabatan dan kerjasama yang saling menguntungkan dengan memprioritaskan:
  • pertama, pemulihan citra Indonesia dimata masyarakat Internasional.
  • Kedua, pemulihan ekonomi nasional dan kesejahteraan umum,
  • ketiga, pemeliharaan keutuhan wilayah nasional, persatuan bangsa serta stabilitas nasional, serta mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
  • Keempat, peningkatan hubungan bilateral dengan prioritas negara-negara yang dapat membantu percepatan pemulihan ekonomi, perdagangan, investasi dan parawisata,
  • kelima, memajukan kerjasama internasional dalam rangka pemeliharaan perdamaian dunia.
  • Wajah diplomasi Indonesia masa pemerintahan Gus Dur banyak dipengaruhi oleh dinamika kehidupan dalam negeri. Perkembangan-perkembangan positif yang turut menyumbang pada kinerja kebijakan luar negeri antara lain penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR, disahkannya UU no. 24 tahun 2000, tentang Perjanjian Internasional, UU No. 37 tahun 1999, tentang hubungan luar negeri dan Keppres tentang Tata Koordinasi Penyelenggaraan hubungan luar negeri
  • Kegiatan politik dan hubungan luar negeri pemerintahan Gus Dur memprioritaskan upaya-upaya yang mendukung pemulihan ekonomi nasional, peningkatan citra serta dukungan masyarakat internasional terhadap integrasi wilayah dan kedaulatan bangsa, yang dilakukan melalui kunjungan Gus Dur ke luar negeri selama kurang dari dua tahun
  • Pemerintahan Gus Dur berusaha mengutamakan diplomasi untuk mendapatkan dukungan internasional, terutama dari negara-negara ASEAN, AS, Eropa dan Asia Pasifik, seperti Australia, RRC dan Jepang, terhadap kebijakan pemerintah dalam merespon ancaman disintegrasi bangsa yang dinilai merupakan salah satu kepentingan nasional yang bersifat mendesak dan perlu di prioritaskan.
  • Namun apa yang dilakukan Gus Dur banyak dipandang tidak jelas kearah mana kebijakan luar negerinya akan di jalankan, meskipun telah mencatatkan rekor sebagai Presiden RI pertama yang menjejakkan kakinya di lima benua atau 50 negara selama kurang dari dua tahun, tapi tidak berhasil membawa perubahan signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Pengentasan masalah Aceh
Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.3
Perlu dicatat bahwa setiap kunjungan Gus Dur hasilnya selalu mendapat dukungan agar Aceh tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan disertai dengan dukungan usahawan luar negeri untuk menanamkan investasi dalam kerangka pemulihan ekonomi Indonesia.

Mungkin disinilah sisi positif makna kunjungan Gus Dur ke luar negeri tersebut, dengan banyaknya negara (dunia internasional) mendukung kebijaksanaan yang akan ditempuh oleh Gus Dur, tentu akan membuat GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi tersudut.
Disinilah titik paling lemah bagi perjuangan Aceh untuk merdeka saat ini. Padahal di sisi lain, dukungan rakyat Aceh untuk merdeka terlihat sangat besar. Harus diakui bahwa pengaruh dan dukungan internasional terhadap kebijaksanaan yang bakal diambil Gus Dur amatlah besar. Diplomasi Gus Dur hendaklah dipandang sebagai peluru diplomasi untuk memberangus GAM dari jarak jauh. Dan bila ini berhasil, tentu tidak memakan korban seperti peluru tajam yang sering ditembakkan pada rezim Orde Baru (Orba) yang memakan korban tidak sedikit.

Agar korban dari rakyat tidak berjatuhan, maka Gus Dur mencoba formula peluru diplomasi, dengan maksud meminimalisir korban senihil mungkin. Sebab, peluru tajam sudah merupakan paradigma lama dan mendapatkan daya resistensi amat tinggi untuk diterapkan. Apalagi masalah Aceh, peluru tajam dan kekerasan secara represif tidak akan menyelesaikan masalah, dan justru akan menambah rumit masalah. Sadar akan hal itu, maka 'instinct' keenam Gus Dur mencoba berimprovisasi untuk memakai peluru diplomasi. Dalam konteks itulah seharusnya polemik dan kontroversi presiden ke luar negeri segera diakhiri.

Kesimpulan
Indonesia pada masa pemerintahan Gus Dur menetapkan kebijakan politik dan hubungan luar negeri yang disebut Ecumenical Diplomacy yaitu merangkul semua negara untuk memperluas persahabatan dan kerjasama yang saling menguntungkan
Diplomasi ekonomi juga menjadi aspek penting yang menjadi fokus dalam pemerintahan Gus Dur.Tujuannya adalah mendapatkan kepercayaan dari luar negeri dengan maksud menarik investor asing ke Indonesia.
















Referensi

Barton, Greg (10 Mei 2002). Abdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. Singapore

1 Greg Barton. bdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. (Singapore: UNSW Press. 2002) halaman 294, hal. 297-298, hal.308

3 Greg Barton .ibid. halaman 293

No comments:

Post a Comment