Demokrasi


Nama               : Rahmat Haryama
NIM                : 0901120263
Mata Kuliah     : Pengantar Ilmu Politik (PIP)
Dosen              : Dr. Alimin Siregar
Kelas               : Reguler A

Demokrasi

Paper ini akan mengupas konsep demokrasi, sejarah perkembangannya, pemikiran-pemikiran tentang demokrasi, kelebihan dan kekurangannya serta ironi dari penerapan system demokrasi, dan mencoba menjelaskan mengapa demokrasi menjadi sistem sistem yang paling banyak digunakan dewasa ini.

Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah sistem politik ideal dan ideologi yang berasal dari Barat. Demokrasi menyiratkan arti kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi ini kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai suatu rangkaian institusi dan praktek berpolitik yang telah sejak lama dilaksanakan untuk merespon perkembangan budaya, dan berbagai tantangan sosial dan lingkungan di masing-masing negara.
Istilah demokrasi berasal dari dua asal kata, yang mengacu pada sistem pemerintahan zaman Yunani-Kuno yang disebut ‘demokratia’, yaitu ‘demos’ dan ‘kratos atau kratein’. Menurut artinya secara harfiah yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti memerintah, pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat. Dengan demikian dilihat dari arti kata asalnya, demokrasi mengandung arti pemerintahan oleh rakyat. Sekalipun sejelas itu arti istilah demokrasi menurut bunyi kata-kata asalnya, akan tetapi dalam praktek demokrasi itu dipahami dan dijalankan secara berbeda-beda.[1]
Henry B. Mayo dalam An Introduction to Democratic Theory (1960: 70), memberikan pengertian demokrasi, sebagai : a democratic political system is one in which public politicies are made on majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom. Dari rumusan tersebut memberikan sifat pemahaman umum terhadap suatu negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu: demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mempunyai elemen-elemen yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan; orang-orang yang memegang kekuasaan atas nama demokrasi dapat mengambil keputusan untuk menetapkan dan menegakkan hukum; kekuasaan untuk mengatur dalam bentuk aturan hukum tersebut diperoleh.
Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Henry B. Mayo, 1960: 70). Dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama berdasar aturan hukum yang berpihak pada rakyat banyak. Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani-Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara Abad ke-IV sebelum Masehi sampai Abad ke-VI Masehi. Pada waktu itu dilihat dari pelaksanaan demokrasi yang dipraktekkan secara langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Dalam perkembangannya telah mengalami dua kali bentuk transformasi demokrasi, yakni transformasi demokrasi negara kota di Yunani dan Romawi-Kuno pada Abad ke-V sebelum Masehi, serta beberapa negara kota di Italia pada masa abad pertengahan, dan transformasi yang terjadi dari demokrasi negara kota menjadi demokrasi kawasan bangsa, negara, atau negara nasional yang luas (Dahl, 1992: 3-4).[2]
Suatu hal yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan, yakni lahirnya dokumen ‘Magna Charta’, suatu piagam yang berisikan semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di Inggris, bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan ‘previleges’ bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, kendati tidak berlaku bagi rakyat jelata, dapat dikatakan sebagai lahirnya tonggak baru bagi perkembangan demokrasi. Sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar, yakni kekuasaan raja harus dibatasi, dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja (lihat Ramdlon, 1983: 9).
Bagi Jack Lively dalam (democracy:1975), demokrasi bisa saja digunakan hanya sebagai istilah yang tendensius. Sedangkan Jean-Francois Revel dalam (Democracy Against Itself) menganggap demokrasi hanya sebagai suatu praktik, bukan program yang mengetengahkan solusi. Artinya, demokrasi tidak terlibat dalam jenis perundangan-perundangan yang dikeluarkan atas nama demokrasi, karena faktor penting yang memainkan demokrasi adalah manusia. Di sini, sumber daya manusia perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar demokrasi dapat berperan efektif dalam upaya penyejahteraan rakyat, bukan justru sebaliknya, menyengsarakan rakyat.

Model-model Demokrasi
Demokrasi pertama versi Held disebut sebagai Demokrasi Klasik. Partisipasi langsung rakyat dalam fungsi-fungsi legislatif dan yudikatif merupakan ciri utama demokrasi ini. Model demokrasi kedua adalah Republikanisme. Bentuk republikanisme ini terbagi dua, yaitu Republikanisme Protektif dan Republikanisme dan perkembangan, dimana partisipasi politik terhadap rakyat menjadi ciri keduanya. Model ketiga juga dibagi dua, yaitu Demokrasi Protektif dan Demokrasi Developmental. Protektif menitik beratkan kepada perlindungan kepada warga negara oleh para pemimpinnya. Sedangkan Developmental adalah sebuah tatanan yang berupaya membangun karakter warga negara. Pemimpin berupaya agar warganya terlibat dalam proses politik kebijakan pemerintahan. Model keempat adalah Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik. Model ini menitikberatkan kepada pembangunan yang ”bebas dari semuanya,” namun diiringi dengan kesetaraan politik dan ekonomi. Model kelima disebut Demokrasi Kompetisi Elite yang fokus kepada persaingan sehat antara elite di pemerintahan. Demokrasi ini akan menghambat para pemimpin yang tidak mampu menyejahterakan rakyatnya maju dalam pemerintahan. Model Pluralisme adalah bentuk demokrasi keenam. Bentuk demokrasi ini memberikan jaminan kepada kalangan minoritas untuk memimpin dalam pemerintahan. Sedangkan model ketujuh yaitu model Demokrasi Legal tetap mengedepankan fungsi kelompok mayoritas dalam menjalankan pemerintahan. Model kedelapan adalah Demokrasi Partisipatif yaitu sebuah tatanan demokrasi yang menekankan partisipasi publik. Selanjutnya Demokrasi Deliberatif adalah model kesembilan yaitu bentuk demokrasi yang menekankan kepada ”justifikasi mutual” keputusan politik dalam upaya menyelesaikan permasalahan-permasalahan kolektif. Model kesepuluh juga terbagi dua yaitu Otonomi Demokrasi dan Demokrasi Kosmopolitan. Otonomi Demokrasi adalah konsep yang menitik beratkan kepada kemerdekaan individu selama tidak mengganggu hak-hak individu lainnya. Sedangkan Demokrasi Kosmopolitan menegakkan prinsip otonomi demokrasi yang didukung oleh jaringan-jaringan global maupun pemerintahan lokal dan nasional. Held juga menghidupkan kembali peran pemikir demokrasi wanita yang sempat terlupakan.[3]
Demokrasi memiliki tiga model atau tipe, yaitu: demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi, demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, dan demokrasi yang didasarkan atas model satu partai.

1.      Demokrasi langsung (demokrasi parstisipasi)
Merupakan suatu sistem pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik, dimana warganegara terlibat secara langsung. Demokrasi semacam ini, adalah bentuk demokrasi yang dipakai di Athena kuno.

2.      Demokrasi liberal (demokrasi perwakilan)
      Merupakan bentuk sistem pemerintahan yang mencakup hanya “pejabat-pejabat” terpilih yang melaksanakan tugas dari para warganegara dalam daerah-daerah yang terbatas seraya tetap menjunjung tinggi peraturan, dalam rangka mewakili kepentingan-kepentingan atau pandangan-pandangan dari warganegara itu sendiri.
Antara demokrasi dengan liberalisme ada perbedaan,walaupun asal mula demokrasi berasal dari liberalisme, paham liberal lebih terfokus pada kebebasan individual, perlindungan hak-hak individu oleh negara, keseluruhan dari pilihan individu sedangkan pada paham demokrasi lebih memfokuskan pada tindakan bersama, memasukkan individu ke dalam aturan negara dan melakuakan sesuatu demi kebaikan umum.



3.      Demokrasi yang didasarkan atas model satu partai
Model demokrasi yang didasarkan atas model satu partai, masih diragukan sebagian orang. Namun, hingga kini Uni Soviet, masyarakat Eropa Timur dan banyak negara sedang berkembang menganut konsepsi ini.
Pemikiran-pemikiran mengenai Demokrasi
Pemikiran Jack Lively
Dalam bukunya Jack Lively dapat disarikan pengertian demokrasi beranjak dari makna Demos sebagai mayoritas , equality atau kesetaraan dimuka hukum jadi demokrasi versus Lively adalah prinsip kesetaraan politik (political equality). Menurutnya kedaulatan rakyat sering dimanfaatkan oleh penguasa politik yang ingin memperjuangkan kepentingannya atas nama rakyat atas dasar ini beliau mengajukan argumentasi tentang pengertian the majority principle yaitu:
“ Tidak pernah ada pemerintahan yang murni mencerminkan kehendak setiap anggota dalam Masyarakat dan Prinsip kedaulatan digeser menjadi kedaulatan bukan atas nama rakyat tetapi kedaulatan Mayoritas” dan selanjutnya pemerintahan rakyat atas dasar diatas tidak kuat untuk mewujudkan konsep demokrasi yang ideal dimana Lively setuju dengan Rousseou yang memerintah adalah the souvereign. Dalam pemikirannya Lively menganalisis 5 (lima) prosedur minimal dalam upaya untuk mengambil keputusan bersama : (1). Kebulatan suara, Individu berhak memveto untuk kepentingan umum dan perdebatan dilakukan secara terbuka;(2). Mayoritas Absolute; (3). Dalam keputusan demokratis, suara minoritas dapat menentukan kemenangan; (4). Gabungan Minoritas (interested minorities); (5).Mayoritas sederhana (simple majority) yaitu konsepsi jumlah suara terbesar yang jadi pemenang.
Kesetaraan politik dapat dicapai melalui dua cara yang pertama adalah kesetaraan retrospektif yang diukur melalui apakah setiap orang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dan yang kedua kesetaraan prospektif dilihat apakah setiap orang atau kelompok dihambat atau dicegah untuk ikut menentukan. Tirani mayoritas kesetaraan prospektif tidak terwujud, sedangkan minoritas permanen kuat dan tak dapat dielak menjadi bentuk lain dari tirani. Dengan demikian kesetaraan hanya diraih dengan suara bulat atau mayoritas sesuai prosedur. Dengan demikian subtansi demokrasi yang ditawarkan oleh Jack Lively adalah kesetaraan politik, keputusan mayoritas atau minoritas bukan menjadi persoalan selama ada jaminan kesetaraan politik.[4]
Dari pandangan J. Lively tenyata standar dari variasi demokrasi idak ada, kekuatan mayoritas akan sangat mungkin membatasi ruang gerak minoritas, yang jelas-jelas sudah keluar dari esensi nilai ideal demokrasi. memungkinkan sebuah elit penguasa membendung ruang gerak minoritas, ternyata hal ini sudah keluar dari esensi nilai ideal sebuah konsep demokrasi. Secara tradisional konsep yang digunakan dalam kekuasaan politik adalah pemerintahan dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat. Demokrasi adalah sebuah tipe pemerintahan dimana rakyat secara keseluruhan memilih pejabat publik tertinggi dan menyetujui program-program yang ditawarkan pada saat pemilihan dan dasar pelaksanaannya adalah konstitusi yang disepakati. Sebagai konsekwensi dari pelaksanaan demokrasi semacam ini adalah pemindahan kekuasaaan dari pemilih yang mayoritas adalah benar adanya. Dengan demikian asumsinya bahwa logika kekuasaan yang ada semua WN diharuskan tunduk oleh pemenang dari pemerintahan ini dan instrumen kekuasaan dalam bentuk kekuatan dalam bertindak atas nama ketaatan terhadap pemerintah terhadap warga negara dapat diterapkan dan legal. Dalam upaya antisipasi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) maka diperlukan kualitas moral dan etika pejabat publik dalam menjalankan pemerintahan sangat diperlukan sehingga keputusan politik yang dibuat merupakan cermin dari harapan warganegara secara keseluruhan termasuk minoritas.
Kebaikan dan Keburukan Demokrasi
Jack Lively menyebut tiga kriteria kadar kedemokrasian sebuah negara: (1) sejauh mana semua kelompok utama terlibat dalam proses-proses pengambilan keputusan, (2) sejauh mana keputusan pemerintah berada dibawah kontrol masyarakat, (3) sejauh mana warga negara biasa terlibat dalam administrasi umum. Merujuk dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan demokratis mempunyai keunggulan yang paling utama adalah keikutsertaan atau keterlibatan rakyat melalui partisipasi dalam kegiatan pemerintahan. Oleh karena proses demokratisasi itu menyangkut partisipasi warga negara dalam proses politik, maka penyiapan warga negara yang cerdas dan bertanggung jawab merupakan isu yang sangat penting dalam proses demokratisasi negara saat ini (Winataputra, 2002).
Dengan demikian,jelaslah kiranya, bahwa warga negara yang demokratis adalah warga Negara yang mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari,seperti toleransi, bertanggung jawab, berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan, saling membantu sesama warga, bermusyawarah untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama, dan sebagainya.
Ironi Demokrasi
Demokrasi sebagai proses politik dapat memuat muatan-muatan lokal sesuai area yang melingkarinya (seperti pengalaman politik dan definisi orang-orang yang duduk dalam pemerintahan). Karena itu, tidak pernah ada sistem demokrasi ideal yang pernah terwujud. Disamping itu, karena banyaknya area yang mempengaruhi dan melingkupinya, maka dalam ilmu politik seringkali sulit membedakan antara pemerintahan demokrasi dan pemerintahan tirani dan cacat demokrasi yang paling fatal adalah terdapat pada landasan konsepsinya sendiri. Prinsip kedaulatan di tangan rakyat yang diwujudkan dalam suara terbanyak. Prinsip mayoritas ini amat rentan tatkala penguasa atau sekelompok orang dapat merekayasa masyarakat melalui propaganda, money politic, tindak persuasif hingga represif agar mendukungnya. Sisi lain yang perlu dicatat bahwa rakyat sendiri adalah individu yang tak lepas dari tarikan hawa nafsu dan godaan setan. Timbangan baik buruk yang diserahkan pada rakyat adalah sebuah kekacaubalauan.[5]
Keputusan yang diambil dalam demokrasi diambil dari suara terbanyak karena semua memiliki kedudukan sama di depan hukum sedangkan dalam perspektif Islam prinsip suara mayoritas bertentangan dengan ajaran agama, ada anggapan bahwa demokrasi hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan anggapan bahwa demokrasi hanya melanggengkan kepentingan ideologi dan ekonomi (barat) dengan disamarkan dengan kata-kata manis seputar kebebasan dan demokrasi. Seringkali demokrasi digunakan sebagai alat propaganda untuk memuluskan kepentingan elit politik tertentu. Serta ironi lainnya, dikhawatirkan prinsip mayoritas yang merupakan substansi dalam sistem pemerintahan demokratis akan memunculkan suatu produk hukum yang hanya akan melayani kehendak dan kepentingan mayoritas.

Kesimpulan
Demokrasi yang bermula dan diyakini dari perkembangan kenegaraan city-state Yunani kuno, hingga saat ini terus mengalami ujian dengan mencoba untuk menemukan “standart dan criteria”. Negara-negara yang paling dianggap paling demokratis saat ini, dalam realitasnya tidaklah demikian. Ketika negara dihadapkan pada urusan kepentingan nasional tertentu, dan kepentingan rezim atau kelompok pada tataran yang lain, perilaku mereka cenderung menghambat demokrasi. Dalam demokraai yang ideal, setiap orang akan berusaha untuk membujuk seseorang setuju pad pandangannya dan bebas atau menolak pandangan seseorang. Demokrasi yang ideal berasumsi bahwa, jika sebuah pendapat dapat dengan bebas diutarakan pada penguasa (menyampaikan aspirasi).
Dengan demikian tujuan dari kematangan demokrasi adalah menciptakan dan menjamin setiap orang dalam kondisi minimal yang diperlukan untuk menjadi warganegara yang beradap. Kondisi yang ada banyak dan bervariasi diantaranya kebebasan berpolitik, kesetaraan ras, toleransi beragama, kebebasan intelektual, perbaikan budaya, memberikan kesempatan lapangan kerja, keamanan terhadap kekerasan sosial. Dengan demikian bahwa semakin jelas bahwa demokrasi sesungguhnya dapat menciptakan tingkat civilization yang lebih tinggi pada masyarakat.










Referensi

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik-Edisi revisi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Website:

nation, state, gov, governance


Nama                     : Rahmat Haryama
NIM                      : 0901120263
Mata Kuliah           : Pengantar Ilmu Politik (PIP)
Dosen                    : Dr. Alimin Siregar

Konsep-konsep Dasar dalam Ilmu Politik


Tulisan ini akan membahas beberapa konsep dasar dalam ilmu politik, yaitu bangsa, Negara, pemerintah dan tata kelola pemerintahan (governance).
Bangsa ( Nation )
Suatu bangsa merupakan unsur terbentuknya Negara. Bangsa adalah suatu komunitas atau sekelompok masyarakat yang terdiri beberapa suku,etnis,adat,dan budaya yang menempati suatu daerah. Biasanya sekelompok masyarakat menghuni suatu wilayah geogarafis yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan dan lembaga-lembaga yang kira-kira sama.
Sedangkan Ben Anderson, seorang ilmuan politik dari Universitas Cornell mengatakan bahwa bangsa merupakan komunitas politik yang dibayangkan (imagined political community) dalam wilayah yang jelas batasnya dan berdaulat.
Otto Bauer dan Ernest Renand, menekankan arti bangsa lebih kepada kehendak untuk hidup bersama. Sedangkan Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Tuan Munandar lebih menekankan pada persatuan antara orang dan tempa
Negara ( State )
Negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik, kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, negara berperan dalam mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, sehingga negara mempunyai dua tugas yakni, mengendalikan dan mengatur gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu dengan yang lain dan mengorganisir serta mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan ke arah tercapainya tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Definisi mengenai negara :
1.        Roger H. Soltau :”Negara adalah agen (agency) atau kewewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.”[1]
2.        Harold J. Laski:”Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih berkuasa daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.”[2]
3.        Max Weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalan penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.”[3]
4.        Robert M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sIstem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut”.
Sifat-sifat Negara
Negara mempunyai sifat khusus yang merupakan masifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Sifat-sifat negara tersebut yaitu:
1. Sifat memaksa
            Negara mempunyai kekuasaan khusus menggunakan kekerasan fisik secara legal dalam menegakkan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekerasan fisik (physical force) seminimal mungkin dilakukan dan dapat diupayakan cara persuasi (persuasion).
2. Sifat Monopoli
            Pemerintah mempunyai sifat monopoli untuk menegakkan tujuan bersama dalam masyarakat. Seluruh tindakan sebagian masyarakat dapat dilarang dan dihalangi oleh negara jika bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Mencakup Semua (all encompassing, all-embracing)
            Seluruh peraturan perundang-undangan berlaku dan mengikat semua orang tanpa terkecuali.

Unsur-unsur Negara
Ada beberapa unsur negara, seperti:
1. Wilayah, kedudukan dan kekuasaan negara di suatu tempat dipengaruhi oleh letak wilayahnya hingga yang mencakup batas-batasnya dengan negara tetangganya. Wilayah negara (termasuk wilayah darat, laut, dan udara) berada di bawah kekuasan negara.
2. Penduduk, penduduk dalam suatu negara dapat membedakan satu negara dengan negara lain, misalnya dari segi kebudayaannya, nilai-nilai politik, atau identitas nasionalnya. Kesamaan bahasa, budaya, suku, agama dan kesamaan sejarah adalah sedikit faktor yang dapat mendorong pada terbentuknya persatuan nasional.
3. Pemerintah, sebagai pelaksana untuk mencapai tujuan nasional, pemerintah bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Yang menarik, pemerintah dapat berubah suatu waktu, sedangkan negara dapat terus bertahan(kecuali ada proses aneksasi dari negara lain atau faktor yang lain).
4. Kedaulatan, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membentuk dan melaksanakan undang-undang. Negara mempunyai kekuasaan ke dalam (internal sovereignty) yaitu kekuasaan tertinggi untuk memaksakan semua penduduknya menaati undang-undang, dan kedaulatan keluar (external sovereignty) yaitu mempertahankan negara dari pengaruh luar, seperti serangan dari negara lain.
Tujuan dan Fungsi Negara.
·        Tujuan Negara
Menurut Rogert H. Soltau tujuan negara adalah: Memungkinkan rakyatnya  berkembang serta menyelanggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creativeself-expression of it’s members). Menurut H.J. Laski, “Tujuan negara adalah menciptakan keadaan yang didalamnya rakyat dapat mencapai keinginan-keinginannya secara maksimal.(Creation of those conditions under which the members of the state may attain the maximum satisfaction of their desires).”
Secara umum tujuan negara adalah untuk menciptakan kesejahteraan, ketertiban, dan ketentraman setiap rakyat yang menjadi bagiannya.
·        Fungsi Negara
Setiap negara menyelengarakan beberapa fungsi yang perlu diselenggarakan, yaitu :
1.         Melaksanakan penertiban ( law and order).
2.         Mengusahakan kesjahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3.         Pertahanan, menjaga kemungkinan dari serangan luar.
4.         Menegakkan keadilan.
Bangsa-negara (Nation-State)
Ilmu politik memusatkan perhatian pada konsep bangsa dan negara karena semua proses politik menyangkut bangsa dan negara. Apabila permasalahan bangsa dibahas maka dua konsep lagi muncul ke permukaan yaitu suku bangsa (ethnic group) dan ras. Suatu negara dapat terdiri atas beberapa suku bangsa dan ras, seperti Indonesi dan Amerika Serikat. 
Suatu negara  yang terdiri dari berbagai suku ras dan adat istiadat, berupaya untuk membuat sebuah bangsa yang besar dan utnuk mencapai tujuannya serta mempunyai identitas nasional. “Proses terbentuknya suatu negara terpusat modern yang penduduknya meliputi suatu nasionalitas merupakan proses pembentukan bangsa-negara. Pengertian bangsa-negara dalam istilah  satu bangsa berbeda dengan pengertian bangsa dalam istilah bangsa-negara (nation-state).[4]
Bangsa dalam bangsa-negara mencakup jumlah kelompok masyarakat yang lebih luas daripada bangsa dalam suku bangsa.
Ada dua model pembentukan bangsa-negara, yaitu model ortodoks dan model mutakhir. Model ortodoks diawali dari pembentukan bangsa dahulu kemudian menyusun negara sendiri, lalu negara membentuk rezim politik dan menciptakan suasana politik di negaranya, sedangkan pada model mutakhir lebih dulu membentuk negara melalui proses tersendiri dan pendidiknya berasal dari sejumlah kelompok bangsa dan negara dalam perkembangannya, muncul kesadaran politik.
Kedua model ini berbeda dalam empat hal, pertama ada tidaknya dalam perubahan unsur masyarakat, kedua lamanya waktu dalam proses pembentukan bangsa-negara. Ketiga, kesadaran politik pada model ortodoks muncul setellah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan dalam model mutakhir kesadaran politik mendahului dan menjadi kondisi awal bagi terbentuknya bangsa-negara. Keempat, derajat pentingnya partisipasi politik dan rezim politik.
Kedua model di atas sangat berguna dalam menggambarkan secara sederhana proses pembentukan bangsa-negara yang dalam kenyataan bersifat rumit. Namun, kedua model mengandung tiga kekurangan pokok. Pertama, memandang proses pembentukan bangsa-negara dari sudut kemajemukan suku bangsa saja. Kedua, faktor historis khususnya hal ikhwal yang berkaitan dengan pengalaman penjajahan tidak dimasukkan ke dalam model-model tersebut. Ketiga, dalam kenyataannya tidak hanya terdapat dua model proses pembentukan bangsa-negara, seperti proses pembentukan suatu bangsa baru seperti Indonesia, yang sudah jauh terbentuk sebelum terbentuknya negara Indonesia.
Pembentukan bangsa-negara sangat berkaitan dengan identitas yang tersedia untuk menyatukan masyarakat. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu masyarakat (bangsa) meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah perkembangan ekonomi, dan kelembagaan.
Pemerintah (Government)
Government (pemerintahan) adalah suatu lembaga yang memegang kedudukan tertinggi, memiliki kekuasaan penuh dalam suatu Negara. Pemerintahan sangat erat hubungannya dengan kekuasaan. Karena di dalam suatu Negara pemerintah lah yang mempunyai kekuasaan tertinggi.
Di dalam suatu pemerintahan biasanya terdapat sebuah undang-undang dan kontitusi yang mengatur dan mengawasi berjalannya suatu pemerintahan. Dan di dalam pemerintahan biasanya terdapat berbagai lembaga yang lain yang mempunyai fungsi masing-masing. Dalam arti lain pemerintah bisa disebut juga lembaga yang mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola administrasi pemerintahan
Tata Kelola Pemerintahan (Governance)
Tata kelola pemerintahan adalah sebuah konsep yang sangat dikembangkan karena konsep tata kelola pemerintahan sudah muncul dalam diskusi-diskusi pada perkembangannya sekitar akhir 1980-an. Sebuah karangan klasik mengenai ilmu politik yang membahas tentang “governability”, membuat sebuah substansi aturan dari perkembangannya. Pada akhir perang dingin, “governability”, sebuah konsep tentang tata kelola pemerintahan, didefiniskan sebagai proses pembuataan pola-pola kembali atau investasi ulang sebuah administrasi publik dalam cakupan yang lebih luas untuk berhadapan dengan tantangan di era globalisasi ini. Tata kelola pemerintahan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat mekanis, yaitu adanya beraneka ragam ketertarikan masyarakat, dan terus meningkat sebagai sebuah proses mekanisme dan proses perancangan untuk mengelola system tersebut untuk memberi wewenang pada masyarakat dan menjamin bahwa masyarakatlah yang mempunyai proses tersebut.[5]
Bank dunia menggunakan definisi di bawah ini: “"By governance we mean the manner in which power is exercised... in the management of a country's social and economic resources.”( Dengan tata kelola pemerintahan kita mengartikan sebuah cara dalam penggunaan kekuasaan…dalam memanajemen sosial-ekonomi dan sumber daya alam milik negara).  Sehingga membuat sebuah perbedaan yang jelas antara dimensi politik dengan ekonomi tentang konsep governance. Jadi, “bank menghendaki pemerintahan yang baik untuk mendorong pemerintah menciptakan kerangka kerja yang legal dan besifat institusional, transparan, dapat diramal dan kompeten dalam menghubungkan urusan-urusan public dan pembangunan manajemen ekonomi.  Yang memperhatikan pada akuntabilitas, transparansi, dan aturan hukum, sehingga secara khusus dengan kontribusi tersebut dapat mencapai pembangunan dibidang social dan ekonomi.
Hubungan antara Pemerintah (Government) dengan Tata Pemerintahan (Governance) bisa diibaratkan hubungan antara rumput dengan padi. Jika kita hanya menanam rumput, maka padi tidak akan tumbuh. Tapi kalau kita menanam padi maka rumput dengan sendirinya akan juga turut tumbuh. Jika kita hanya ingin menciptakan pemerintah (Government) yang baik, maka Tata Pemerintahan (Governance) yang baik tidak tumbuh. Tapi jika kita menciptakan Tata Pemerintahan (Governance) yang baik, maka pemerintah (Government) yang baik juga akan tercipta.

Bentuk-bentuk Pemerintahan :
Aristokrasi
Aristokrasi diambil dari kata yunani ARISTOKRATIA ( aristos = best + kratia = rule). Jadi aristokrasi adalah pemerintahan terbaik yang dipimpin oleh orang- orang terpilih. Tetapi kata – kata terbaik disini terkesan samar dengan istilah terbaik dimasa yunani kuno. Penjelasan yang benar bahwa yang terbaik adalah mereka yang memiliki kecakapan yang tinggi, berpendidikan, berpengalaman dan bermoral tinggi. Namun, hal ini tidak bisa dijadikan atau dipastikan menjadi yang terbaik.
Aristokrasi adalah pemerintahan yang bersifat otoriter , karena mayoritas warga Negara tidak mempunyai peranan langsung atau terlembaga dalam pembuatan kebijakan, mereka tidak bisa berperan serta dalam pemilihan umum, dan mereka tidak terorganisasikan ke dalam partai-partai politik yang bersaing atau kelompok-kelompok kepentingan yang mudah dikenali.
Dalam bentuk pemerintahan ini kepala Negara dipimpin oleh seorang raja atau ratu dan kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, bentuk pemerintahan ini banyak dijumpai di eropa seperti Inggris dan Negara di eropa lainnya.
Oligarki
Oligarki adalah situasi dimana pemerintah yang berkuasa bersama sekelompok pengusaha bekerjasama untuk menentukan berbagai  kebijaksanaan politik, social dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya aspirasi rakyat yang sebenarnya. Oligarki berarti pemerintahan oleh suatu minoritas dalam masyarakat, suaru minoritas yang tidak perlu dibedakan oleh gelar aristokrat atau hak istimewa.
Bahwa kaum oligarki ini berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan dan ekonomi yang dipegangnya dengan selubung ideology tertentu, dengan dalih consensus nasional dan tindakan-tindakan sejenis  dan pada saat yang sama kelompok oligarki ini menghancurkan setiap oposisi yang menentang dan mempertanyakan legitimasi pemerintahannya dengan berbagai macam tuduhan dan fitnah
Dalam bentuk pemerinyahan ini kepala Negara juga dipimpin oleh raja atau ratu dan kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri.
Monarki
Monarki, berasal dari bahasa Yunani monos (μονος) yang berarti satu, dan archein (αρχειν) yang berarti pemerintah. Monarki merupakan sejenis pemerintahan di mana Raja menjadi Kepala Negara. Monarki atau sistem pemerintahan kerajaan adalah sistem tertua di dunia. Pada awal kurun ke-19, terdapat lebih 900 buah tahta kerajaan di dunia, tetapi menurun menjadi 240 buah dalam abad ke-20. Sedangkan pada dekade kelapan abad ke-20, hanya 40 takhta saja yang masih ada. Dari jumlah tersebut, hanya empat negara mempunyai raja atau monarki yang mutlak dan selebihnya terbatas kepada sistem konstitusi
Demokrasi
Demokrasi adalah sistem politik yang meyakini jika kekuasaan yang sejati haruslah berada di tangan rakyat. Bahasa latinnya, Vox Populi Vox Dei. Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Banyak orang menganggap demokrasi berasal dari Plato yang menulis buku “Republik”. Anggapan ini kurang tepat, karena 400 tahun sebelum Plato lahir, sistem demokrasi sudah diterapkan oleh 12 suku bangsa Bani Israel saat mereka berdiam di tanah Kan’an.Saat itu Bani Israel terpecah ke dalam 12 suku yang memiliki otoritas untuk mengatur dan memerintah dalam wilayahnya masing-masing. Masing-masing suku dipimpin oleh hakim yang diangkat berdasarkan kesepakatan bersama berdasarkan otoritasnya di dalam hal keagamaan. Lalu ke-12 hakim ini yang mewakili ke-12 suku Bani Israel membentuk sebuah dewan hakim yang membahas kepentingan mereka bersama berdasarkan Mosaic Codex. Inilah masa hakim-hakim seperti yang dimuat di dalam Alkitab.
 Jadi, demokrasi sebenarnya merupakan made in Bani Israel. Sebab itu, tidak salah jika ada ungkapan jika demokrasi merupakan sunnah Yahudi. Walau pun sesungguhnya Demokrasi itu sendiri suatu sistem yang bisa baik bisa pula tidak, tergantung pada siapa yang mengelolanya. Namun dalam sejarah dunia, belum pernah sistem ini menciptakan suatu kebaikan, kesejahteraan, dan keadilan bagi rakyat secara keseluruhan. Plato sendiri yang kadung dianggap sebagai Bapak Demokrasi ternyata memiliki puluhan budak. Yunani sendiri di mana Plato hidup, tidak pernah melaksanakan demokrasi.
Dalam sistem pemerintahan ini kepala Negara serta kepala pemerintahan dipegang oleh presiden. Dalam bentuk pemerintahan ini biasanya terdapat tiga tingkatan yaitu eksekutif (pemerintah), Legislatif, dan yudikatif

Autokrasi
Bentuk pemerintahan autokrasi adalah bentuk pemerintahan yang mana kekuasaan terpusat di tangan raja dan kaum elit Negara. Dalam bentuk pemerintahan ini ada beberapa kelompok yang diistimewakan. Perancis adalah negara autokrasi di bawah kekuasaan Raja Louis ke-14 yang berpenduduk sekitar 26 juta jiwa. Autokrasi  merupakan bentuk pemerintahan yang kurang baik karena bentuk pemerintahan ini dapat menyengsarakan rakyat.
Bentuk pemerintahan ini biasa menganggap raja sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
Teokarsi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana agama atau iman memegang peran utama.Kata "teokrasi" berasal dari bahasa Yunani θεοκρατία (theokratia). θεος (theos) artinya “tuhan” dan κρατειν (kratein) “memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan oleh tuhan”.
Bentuk pemerintahan ini biasanya menganggap raja sebagai kepala Negara. Dan rakyatnya pun menganggap raja adalah orang yang dekat dengan tuhan. Selain itu mayoritas rakyatnya menganut agama yang dianut di kerajaan.


















Kesimpulan
Suatu bangsa merupakan unsur terbentuknya Negara. Bangsa adalah suatu komunitas atau sekelompok masyarakat yang terdiri beberapa suku,etnis,adat,dan budaya yang menempati suatu daerah. Biasanya sekelompok masyarakat menghuni suatu wilayah geogarafis yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan dan lembaga-lembaga yang kira-kira sama.
Pembentukan sebuah bangsa lebih sulit dari pembentukan dari sebuah negara. Untuk membentuk sebuah bangsa diperlukan waktu berabad-abad sedangkan pembentukan sebuah negara hanya membutuhkan dukungan dan struktur dari sebuah bangsa. Untuk membentuk sebuah negara diperlukan, bangsa yang dapat menciptakan pemerintah (government) dan tata pemerintahan (governance) yang baik, seperti beberapa pendapat good governance akan membuat government menjadi baik, dan pembentukan hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk-bentuk pemerintahan, seperti aristokrasi, demokrasi, oligarki, monarki, autokrasi, dan teokarsi.




















Referensi

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik-Edisi revisi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Nagel, Jack H., dkk,  Kamus Analisa Politik. Jakarta : CV. Rajawali, 1982.
Carter, April, Otoritas dan Demokrasi, Jakarta: CV. Rajawali, 1979.
Artikel:
 Hospers, John, An Introduction to Philosophical Analysis (Mumbai: Allied Publisher Limited, 1999).



[1] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik : Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) hlm. .
[2] Harold J. Laski, the State in Theory and Practice (New York: The Viking Press, 1947), hlm. 8-9.
[3] H.H. Gerth and C. Wright Mills, trans., eds and intoduction, from Max Weber: Essays in Sociology (New York:Oxford University Press, 1958), hlm. 78.
[5] Diterjemahkan secara bebas dari www.acdi-cida.gc.ca/INET/IMAGES.NSF/.../GovConcept-e.pdf. Diakses pada 10 Okt. 2010.

ideologi (Tugas HI)

NAMA                                    : Redha Alfian
NIM                                        1001120325
JURUSAN                               : HUBUNGAN INTERNASIONAL
MATA KULIAH                     : PENGANTAR ILMU POLITIK
DOSEN PEMBIMBING         : Dr. ALIMIN SIREGAR
FAKULTAS                            : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KELAS                                    : REGULER A
 

Pendahuluan
            Liberalism (liberalisme) adalah paham tentang pentingnya kebebasan individu, comunism adalah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan, Socialism adalah ajaran yang mengakui bahwa keadilan sosial hanya dapat tercapai melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, dan keadaan masyarakat dimana hak milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus, Capitalism atau Capital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, Feminism adalah paham yang mengedepankan peran perempuan, Socialism (sosialisme) adalah paham organisasi masyarakat yang di timbulkan oleh akibat Capitalism (kapitalisme). Tulisan ini menerangkan Liberalism, Socialsm, communism, Feminism, dan Capitalism sebagai konsep-konsep dasar ilmu politik yang mempunyai dampak perkembangan pemikiran terhadap ilmu politik serta pengaruhnya terhadap perkembangan sistem demokrasi yang paling banyak dipakai oleh Negara-negara di dunia.

1. Liberalism
            Liberalism (liberalisme) adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.[1] Perkembangan awal ideology liberal terjadi pada abad ke 17, ide-ide liberal mulai untuk mempengaruhi pemerintah di Eropa, di negara-negara seperti Belanda, Swiss, Inggris dan Polandia, tapi mereka sangat menentang, sering kali dengan bersenjata mungkin, oleh orang-orang yang lebih menyukai monarki absolut dan mendirikan agama. Disisi lain perkembangan liberal yang signifikan terjadi pada abad ke-18 seiring dengan pemikiran-pemikiran yang lahir pada masa pencerahan dan Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18. Liberalisme merupakan ideologi kelas tertentu yang mencirikan kepentingan ketentuan. Pemikiran tentang liberal dibedakan atas perkembangannya yaitu liberalisme klasik dan Neoliberalisme (liberalisme baru).
§         Liberalisme Klasik
            Perkembangan liberalisme klasik sangat erat hubungannya dengan Revolusi Prancis yang disebabkan oleh ideologi liberal yang total dan mutlak (absolute) yang dijalankan oleh pemerintahan monarki Prancis pada saat itu. Perasaan “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan” jelas mengacu pada aspirasi kaum borjuis Prancis (pengusaha, pedagang, bankir, intelektual, dan para professional seperti; pengacara. Dokter, jurnalis, dan ahli teknik) yang merasa dikekang oleh lembaga kebangsawanan yang dikuasai oleh monarki absolute.
            Kaum borjuis Perancis abad ke-18 berusaha untuk mengakhiri penguasaan ekonomi yang telah ketinggalan zaman (merkantilisme) pada perdagangan, penanaman modal, dan pengembangan usaha, mereka berusaha menghilangkan peran Gereja Katolik sebagai pemilik harta kekayaan dan lembaga ekonomi. Penuntutan juga dilakukan dengan tuntutan pengurangan kekuasaan monarki atau menurut ketentuan kejadian yang bersifat Revolusioner dihapus sama sekali.
            Selain itu mereka juga mendesak penghapusan hak-hak istimewa dan status sosial yang membedakan mereka dengan kaum bangsawan. Kaum borjuis juga menghendaki control pada lembaga parlementer sebagai pengganti monarki, dengan sistem ekonomi perdagangan bebas yang dilandaskan pada kapitalisme dan asas-asas laissez faire (Negara tidak campur tangan) sebagai pengganti merkantilisme dan menginginkan agar semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, sekurang-kurangnya ketika lahir, tidak terbebani oleh perbedaan-perbedaan gelar dan derajat sebagai pengganti hak-hak istimewa dan status sosial yang diwariskan.
§         Neoliberalisme
            Secara sederhana “neoliberalisme” berarti liberalisme baru. Khususnya sesuai dengan kondisi Amerika di mana nama “liberal” yang banyak disalahgunakan menjadi pengertian dukungan ideologi bagi program pemerintah yang berusaha untuk mendorong persamaan untuk memperoleh kesempatan secara lebih besar bagi setiap warga Negara. Dengan demikian liberalis masa kini atau neoliberalis menginginkan agar peran pemerintah lebih besar dalam masalah-masalah kewarganegaraan. Tetapi keterlibatan pemerintah dalam bidang ekonomi, pendidikan, hubungan ras, dan dalam semua bidang yang dewasa ini dipengaruhi oleh pemerintah dinilai oleh neoliberal berdasarkan logika yang mula-mula mengilhami liberalisme klasik: ketimpangan adalah ciri hubungan sosial yang bisa diterima hanya sejauh semua warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk menunjukkan bagaimana ketidaksamaan.
2.   Communism
            Kaum komunis tidaklah menuntut bahwa semua orang harus sama dalam segala hal. Karena itu mereka tidak menyatakan bahwa pria dan wanita  adalah sama atau bahwa mereka harus dipersamakan. Malah sebaliknya mereka berpendapat bahwa kita mempunyai hak yang sama untuk mempertahankan badan kita dan pengembangan kreasi diri kita.[2]
Dasar dari pemahaman ideology  berasal  dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifes politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848, teori mengenai komunis adalah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.

Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme di awal abad ke-19an, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dengan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangannya yang saling berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal atas individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata akan tetapi dalam kenyataannya hanya dikelolah serta menguntungkan para elit partai, Komunisme memperkenalkan penggunaan sistim demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.


            Dari kalangan komunis sendiri dikenal pola Yugoslavia-dan bentuk ekstrem dalam diri Milovan Djilas-yang secara politis dan ekonomis merupakan penyimpangan yang paling jauh dari pola yang pernah digariskan oleh Uni Soviet. Kita teringat akan eksperimen Cekoslovakia yang dibawah pimpinan Alexander Dubchek telah berusaha memperjuangkan apa yang dinamakan “komunisme dengan wajah kemanusiaan” (communism with a human face). Selain itu, di beberapa Negara Eropa Timur sedang diperjuangkan perubahan-perubahan dibidang ekonomi yang lebih menekankan soal insentif dan desentralisasi dalam perencanaan dan manajemen. Kalau reformasi ekonomi ini dapat dilaksanakan, maka akan mempunyai implikasi politik yang jauh pula.[3]
               
3. Conservatism
            Konservatisme bukan merupakan kumpulan kepercayaan melainkan suatu suatu sudut pandangan atau suatu kerangka pemikiran. Ia tidak dapat diidentifikasi menurut waktu dan tempat tertentu, atau dengan aliran pemikirann tertentu. Perbedaan umum bagi konservatisme adalah adalah radikalisme, akan tetapi apa yang radikal dalam suatu keadaan bisa menjadi konservatif dalam keadaan yang lain. Bagi mereka yang konservatif, akal bukanlah tuntutan yang tak pernah salah melainkan bantuan untuk memahami sifat manusia dan masyarakat. Orang yang konservatif tidak mengingkari adanya ketidakadilan di dunia atau bahwa mungkin terdapat ketidakadilan yang besar dalam masyarakatnya sendiri. Kaum konservatif cenderung melihat masyarakat yang “adil” sebagai masyarakat yang penuh ketimpangan social, ekonomi, dan politik, kalaupun memang inilah ciri-ciri semua masyarakat sepanjang sejarah. Berbeda dengan liberalisme klasik, konservatisme tidak begitu congkak mengenai ciri warga nagara yang baik dengan kepentingan pribadi dari kelas social tertentu. [4]
            Paham konservatif ditandai dengan gejala-gejala berikut : pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehinnga setiap orang mengetahui bagaimanakah ia harus berhubungan dengan orang lain. Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil itu diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat, tetapi bertanggung jawab. Paham konservatif berpandangan  pengaturan yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang sama terhadap setiap orang. Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara kesejahteraan (welfare-state) dengan program-program jaminan social bagi yang berpenghasilan rendah.[5]

4.Feminism

Feminisme liberal

Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

Feminisme Marxis

Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.[6]
Feminisme Islam
Feminisme Islam adalah bentuk feminisme terkait dengan peran perempuan dalam Islam . Ini bertujuan untuk kesetaraan penuh dari semua umat Islam , terlepas dari jender, dalam kehidupan publik dan swasta. feminis Islam pembela hak-hak perempuan , kesetaraan gender , dan keadilan sosial didasarkan pada kerangka Islam. Meskipun berakar dalam Islam , gerakan pelopor juga telah dimanfaatkan sekuler atau non-Muslim feminis wacana Eropa dan dan mengakui peran feminisme Islam sebagai bagian dari gerakan feminis global terpadu. Selama hari-hari awal Islam di abad ke-7 Masehi , reformasi dalam hak-hak wanita yang terkena dampak perkawinan, perceraian dan warisan. [3] Perempuan tidak diberikan status hukum tersebut dalam budaya lain, termasuk Barat, sampai abad kemudian. Oxford Kamus Islam menyatakan bahwa perbaikan umum status perempuan di masyarakat Arab termasuk pelarangan pembunuhan bayi perempuan dan menyadari penuh kepribadian perempuan  (lihat etika Islam ). Menurut hukum Islam, perkawinan tidak lagi dipandang sebagai sebuah status tetapi lebih sebagai kontrak, di mana wanita persetujuan itu penting. "The mahar , sebelumnya dianggap sebagai mahar yang dibayarkan kepada ayah , menjadi hadiah perkawinan yang ditahan oleh istri sebagai bagian dari properti pribadinya ". "Perempuan diberi hak waris dalam sebuah masyarakat patriarki yang sebelumnya dibatasi warisan saudara laki-laki. "
Annemarie Schimmel menyatakan bahwa "dibandingkan dengan posisi pra-Islam perempuan, undang-undang Islam berarti suatu perkembangan yang sangat besar, wanita memiliki hak, setidaknya menurut huruf hukum, untuk mengelola kekayaan ia telah membawa ke dalam keluarga atau telah diperoleh bekerja sendiri.[7]    


5. Facism
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara.
Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.[8]
            Sebenarnya fasisme lebih merupakan gaya politik daripada ideology sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.
            Hal ini akan dapat dipakai apabila terdapat seorang pemimpin karismatik sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat. Dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman, Jepang, Italia, dan Spanyol, tetapi penerapan paham ini sangat bervariasi di antara negara-negara tersebut.
            Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) di negara-negara maju, seperti Skin Head dan  Ku Klux Klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.[9]



Kesimpulan
Liberalism, Socialsm, communism, Feminism, dan Capitalism tidak lain adalah suatu paham yang mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Baik dilihat dari segi sejarah perkembangannya dan dapat dilihat juga dari segi pengaruhnya terdapat sebuah sistem yang dianut oleh suatu masyarakat.
            Paham-paham ini tidak hanya memengaruhi di bidang politik, tetapi juga memengaruhi dibidang ekonomi yang merupakan bidang yang sangat berpengaruh dalam suatu Negara atau masyarakat untuk berubah menuju perekonomian yang lebih maju dari system yang sebelumnya.













REFERENSI :

Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010).


Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008).

Miriam Budiardjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik” : Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010 ).



[1] “Liberalisme didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
[2] Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008) Hlm. 109-111
                                                                     
[3] Miriam Budiardjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik” : Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010 ) hlm.164
[4]  Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008). Hlm. 143-144
[5] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) hlm. 45-46
[6]Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme. Selasa, 19 Oktober 2010. Pkl. 19:02 WIB
[7] Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme. Selasa, 19 Oktober 2010.
[8] Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Fasisme. Selasa, 19 Oktober 2010.
[9] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) hlm. 49