DIPLOMASI INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI


Tugas Diplomasi Indonesia

DIPLOMASI INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI










oleh:


PURWASANDI
0901120231





ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2010


Diplomasi Indonesia dalam rangka GATT dan WTO

Salah satu keberhasilan perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay adalah dalam upaya memperkuat kelembagaan/institusi perdagangan multilateral dengan membentuk World Trade Organization (WTO). World Trade Organization (WTO) merupakan lembaga yang dihasilkan dari perundingan Putaran Uruguay untuk melaksanakan persetujuan-persetujuan multilateral yang dirundingkan oleh negara-negara anggotanya. Lembaga ini dibentuk karena lemahnya dasar hukum General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) selama ini karena adanya dua masalah yang menjadi agenda dalam Putaran Uruguay namun selama ini belum pernah ditangani oleh GATT yaitu perdagangan jasa (services) dan hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights).

Suatu perkembangan baru dalam bidang perdagangan internasional dengan disepakatinya pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia tersebut, dengan menghadapi penyesuaian berlakunya aturan-aturan baru perdagangan internasional dalam WTO yang akan lebih bersifat liberal, Indonesia terus aktif merundingkan kepentingan perdagangannya, khususnya dalam pengaturan tarif dengan negara-negara mitra dagang Indonesia.

Pada dasarnya, partisipasi Indonesia dalam “diplomasi dagang dunia” (world trade diplomacy) ini adalah salah satu strategi dalam rangka pengembangan ekspor non migas sebagai salah satu penggerak utama roda perekonomian nasional. Dengan bergabung dalam WTO, Indonesia berharap agar selain memperoleh peluang akses pasar yang lebih besar, Indonesia dapat pula memanfaatkan berbagai persetujuan tersebut bagi kepentingan nasional yang lebih luas, yaitu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor non migas, perlindungan pasar dalam negeri sampai dengan tingkat tertentu dan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor.

Dengan dimilikinya suatu sistem penyelesaian sengketa yang terpadu dengan aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang jelas dalam WTO akan dapat mengamankan kepentingan-kepentingan Indonesia dalam hubungan dengan mitra dagang. Sistem penyelesaian sengketa tersebut juga mengharuskan pelaku-pelaku ekonomi Indonesia untuk menjalankan kebijaksanaan dan praktek-praktek ekonomi yang sesuai dengan aturan-aturan main yang telah disetujui bersama.

Namun demikian yang juga harus dipertimbangkan oleh Pemerintah adalah bagaimana melakukan penyebaran pemahaman di level para pengambil kebijakan serta di tengah masyarakat umum mengenai aturan main yang harus disepakati dalam WTO. Masih terdapat jarak yang begitu lebar dalam memahami ketentuan yang terdapat dalam WTO.




Tiga hal yang menjadi pusat perhatian yaitu dominasi negara maju dalam perundingan liberalisasi pertanian, diplomasi Indonesia dan implikasinya bagi politik pertanian Indonesia. Dalam konteks WTO darpat ditelusuri keterlibatan yang proaktif dan berkesinambungan dari delegasi mereka dalam setiap perundingan. Dalam hal ini diplomasi Indonesia terpusat pada pengelompokkan G-33 yang bertindak sebagai koordinator untuk merancang perlindungan sektor pertanian di negara berkembang dalam bentuk SP (special product) dan SSM (special safeguard Mechanism). Implikasi hal tersebut terhadap politik pertanian Indonesia berujung pada format Politik pertanian Indonesia yang perlu dirubah agar pemerintah memperbesar civil society di sektor pertanian.


Diplomasi Indonesia dalam Rangka Liberalisasi Ekonomi

Secara keseluruhan berbagai program penguatan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia masih membutuhkan waktu untuk dirasakan dampaknya secara signifikan terhadap politik luar negeri Indonesia dalam arti peningkatan dalam posisi bargaining power Indonesia, serta perannya dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.
Untuk lebih meningkatkan kesiapan pemerintah dan pengusaha Indonesia khususnya pengusaha daerah dalam menghadapi era perdagangan bebas, telah dilakukan sosialisasi kesepakatan forum WTO, APEC, ASEM dan AFTA di berbagai kota besar di Indonesia.
Demikian pula dalam kegiatan yang ditujukan untuk menghadapi era liberalisasi perdagangan, kegiatan yang berupa sosialisasi kesepatakan WTO dan AFTA maupun lokakarya mengenai kesiapan pengusaha dalam menghadapi perdagangan bebas, merupakan kegiatan awal sebagai penggugah bagi pengusaha dan eksportir.
Peran kerjasama ekonomi luar negeri perlu dititikberatkan pada upaya–upaya untuk memperkuat kembali aktivitas–aktivitas yang lebih mampu di dalam memanfaatkan peluang dan potensi ekonomi di bidang perdagangan, investasi, pariwisata, pembangunan dan keuangan internasional. Diperlukan berbagai inovasi dalam membuka jalur investasi ke dalam negeri, selain memperkuat penegakan kepastian hukum dan meringankan beban birokrasi.
Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam rangka liberalisasi ekonomi bertujuan untuk mencari peluang dan potensi di luar negeri dan meningkatkan dukungan masyarakat luar negeri dalam pemulihan ekonomi. Serta terwujudnya peningkatan dukungan dunia internasional kepada Indonesia dalam rangka pemulihan dan perbaikan perekonomian nasional serta dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan arah kebijakannya ialah untuk meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakukan AFTA, APEC dan WTO; meningkatkan kerja sama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan.

REFERENSI
Kartadjoemena, H.S., 1996, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga International di Bidang Perdagangan, Jakarta: UI Press

Root, Franklin R, 1994, International Trade and Investment, Ohio: South-Western Publishing Co.
Direktorat Hubungan Ekonomi Luar Negeri, Deplu-RI pada situs: http://www.heln.go.id/internasional/wto.htm







No comments:

Post a Comment