Demokrasi


Nama               : Rahmat Haryama
NIM                : 0901120263
Mata Kuliah     : Pengantar Ilmu Politik (PIP)
Dosen              : Dr. Alimin Siregar
Kelas               : Reguler A

Demokrasi

Paper ini akan mengupas konsep demokrasi, sejarah perkembangannya, pemikiran-pemikiran tentang demokrasi, kelebihan dan kekurangannya serta ironi dari penerapan system demokrasi, dan mencoba menjelaskan mengapa demokrasi menjadi sistem sistem yang paling banyak digunakan dewasa ini.

Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah sistem politik ideal dan ideologi yang berasal dari Barat. Demokrasi menyiratkan arti kekuasaan politik atau pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi ini kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai suatu rangkaian institusi dan praktek berpolitik yang telah sejak lama dilaksanakan untuk merespon perkembangan budaya, dan berbagai tantangan sosial dan lingkungan di masing-masing negara.
Istilah demokrasi berasal dari dua asal kata, yang mengacu pada sistem pemerintahan zaman Yunani-Kuno yang disebut ‘demokratia’, yaitu ‘demos’ dan ‘kratos atau kratein’. Menurut artinya secara harfiah yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti memerintah, pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat. Dengan demikian dilihat dari arti kata asalnya, demokrasi mengandung arti pemerintahan oleh rakyat. Sekalipun sejelas itu arti istilah demokrasi menurut bunyi kata-kata asalnya, akan tetapi dalam praktek demokrasi itu dipahami dan dijalankan secara berbeda-beda.[1]
Henry B. Mayo dalam An Introduction to Democratic Theory (1960: 70), memberikan pengertian demokrasi, sebagai : a democratic political system is one in which public politicies are made on majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom. Dari rumusan tersebut memberikan sifat pemahaman umum terhadap suatu negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu: demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang mempunyai elemen-elemen yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan; orang-orang yang memegang kekuasaan atas nama demokrasi dapat mengambil keputusan untuk menetapkan dan menegakkan hukum; kekuasaan untuk mengatur dalam bentuk aturan hukum tersebut diperoleh.
Demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Henry B. Mayo, 1960: 70). Dengan kata lain demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dibentuk melalui pemilihan umum untuk mengatur kehidupan bersama berdasar aturan hukum yang berpihak pada rakyat banyak. Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani-Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara Abad ke-IV sebelum Masehi sampai Abad ke-VI Masehi. Pada waktu itu dilihat dari pelaksanaan demokrasi yang dipraktekkan secara langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Dalam perkembangannya telah mengalami dua kali bentuk transformasi demokrasi, yakni transformasi demokrasi negara kota di Yunani dan Romawi-Kuno pada Abad ke-V sebelum Masehi, serta beberapa negara kota di Italia pada masa abad pertengahan, dan transformasi yang terjadi dari demokrasi negara kota menjadi demokrasi kawasan bangsa, negara, atau negara nasional yang luas (Dahl, 1992: 3-4).[2]
Suatu hal yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan, yakni lahirnya dokumen ‘Magna Charta’, suatu piagam yang berisikan semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di Inggris, bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan ‘previleges’ bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, kendati tidak berlaku bagi rakyat jelata, dapat dikatakan sebagai lahirnya tonggak baru bagi perkembangan demokrasi. Sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar, yakni kekuasaan raja harus dibatasi, dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja (lihat Ramdlon, 1983: 9).
Bagi Jack Lively dalam (democracy:1975), demokrasi bisa saja digunakan hanya sebagai istilah yang tendensius. Sedangkan Jean-Francois Revel dalam (Democracy Against Itself) menganggap demokrasi hanya sebagai suatu praktik, bukan program yang mengetengahkan solusi. Artinya, demokrasi tidak terlibat dalam jenis perundangan-perundangan yang dikeluarkan atas nama demokrasi, karena faktor penting yang memainkan demokrasi adalah manusia. Di sini, sumber daya manusia perlu dipersiapkan terlebih dahulu agar demokrasi dapat berperan efektif dalam upaya penyejahteraan rakyat, bukan justru sebaliknya, menyengsarakan rakyat.

Model-model Demokrasi
Demokrasi pertama versi Held disebut sebagai Demokrasi Klasik. Partisipasi langsung rakyat dalam fungsi-fungsi legislatif dan yudikatif merupakan ciri utama demokrasi ini. Model demokrasi kedua adalah Republikanisme. Bentuk republikanisme ini terbagi dua, yaitu Republikanisme Protektif dan Republikanisme dan perkembangan, dimana partisipasi politik terhadap rakyat menjadi ciri keduanya. Model ketiga juga dibagi dua, yaitu Demokrasi Protektif dan Demokrasi Developmental. Protektif menitik beratkan kepada perlindungan kepada warga negara oleh para pemimpinnya. Sedangkan Developmental adalah sebuah tatanan yang berupaya membangun karakter warga negara. Pemimpin berupaya agar warganya terlibat dalam proses politik kebijakan pemerintahan. Model keempat adalah Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik. Model ini menitikberatkan kepada pembangunan yang ”bebas dari semuanya,” namun diiringi dengan kesetaraan politik dan ekonomi. Model kelima disebut Demokrasi Kompetisi Elite yang fokus kepada persaingan sehat antara elite di pemerintahan. Demokrasi ini akan menghambat para pemimpin yang tidak mampu menyejahterakan rakyatnya maju dalam pemerintahan. Model Pluralisme adalah bentuk demokrasi keenam. Bentuk demokrasi ini memberikan jaminan kepada kalangan minoritas untuk memimpin dalam pemerintahan. Sedangkan model ketujuh yaitu model Demokrasi Legal tetap mengedepankan fungsi kelompok mayoritas dalam menjalankan pemerintahan. Model kedelapan adalah Demokrasi Partisipatif yaitu sebuah tatanan demokrasi yang menekankan partisipasi publik. Selanjutnya Demokrasi Deliberatif adalah model kesembilan yaitu bentuk demokrasi yang menekankan kepada ”justifikasi mutual” keputusan politik dalam upaya menyelesaikan permasalahan-permasalahan kolektif. Model kesepuluh juga terbagi dua yaitu Otonomi Demokrasi dan Demokrasi Kosmopolitan. Otonomi Demokrasi adalah konsep yang menitik beratkan kepada kemerdekaan individu selama tidak mengganggu hak-hak individu lainnya. Sedangkan Demokrasi Kosmopolitan menegakkan prinsip otonomi demokrasi yang didukung oleh jaringan-jaringan global maupun pemerintahan lokal dan nasional. Held juga menghidupkan kembali peran pemikir demokrasi wanita yang sempat terlupakan.[3]
Demokrasi memiliki tiga model atau tipe, yaitu: demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi, demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, dan demokrasi yang didasarkan atas model satu partai.

1.      Demokrasi langsung (demokrasi parstisipasi)
Merupakan suatu sistem pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah publik, dimana warganegara terlibat secara langsung. Demokrasi semacam ini, adalah bentuk demokrasi yang dipakai di Athena kuno.

2.      Demokrasi liberal (demokrasi perwakilan)
      Merupakan bentuk sistem pemerintahan yang mencakup hanya “pejabat-pejabat” terpilih yang melaksanakan tugas dari para warganegara dalam daerah-daerah yang terbatas seraya tetap menjunjung tinggi peraturan, dalam rangka mewakili kepentingan-kepentingan atau pandangan-pandangan dari warganegara itu sendiri.
Antara demokrasi dengan liberalisme ada perbedaan,walaupun asal mula demokrasi berasal dari liberalisme, paham liberal lebih terfokus pada kebebasan individual, perlindungan hak-hak individu oleh negara, keseluruhan dari pilihan individu sedangkan pada paham demokrasi lebih memfokuskan pada tindakan bersama, memasukkan individu ke dalam aturan negara dan melakuakan sesuatu demi kebaikan umum.



3.      Demokrasi yang didasarkan atas model satu partai
Model demokrasi yang didasarkan atas model satu partai, masih diragukan sebagian orang. Namun, hingga kini Uni Soviet, masyarakat Eropa Timur dan banyak negara sedang berkembang menganut konsepsi ini.
Pemikiran-pemikiran mengenai Demokrasi
Pemikiran Jack Lively
Dalam bukunya Jack Lively dapat disarikan pengertian demokrasi beranjak dari makna Demos sebagai mayoritas , equality atau kesetaraan dimuka hukum jadi demokrasi versus Lively adalah prinsip kesetaraan politik (political equality). Menurutnya kedaulatan rakyat sering dimanfaatkan oleh penguasa politik yang ingin memperjuangkan kepentingannya atas nama rakyat atas dasar ini beliau mengajukan argumentasi tentang pengertian the majority principle yaitu:
“ Tidak pernah ada pemerintahan yang murni mencerminkan kehendak setiap anggota dalam Masyarakat dan Prinsip kedaulatan digeser menjadi kedaulatan bukan atas nama rakyat tetapi kedaulatan Mayoritas” dan selanjutnya pemerintahan rakyat atas dasar diatas tidak kuat untuk mewujudkan konsep demokrasi yang ideal dimana Lively setuju dengan Rousseou yang memerintah adalah the souvereign. Dalam pemikirannya Lively menganalisis 5 (lima) prosedur minimal dalam upaya untuk mengambil keputusan bersama : (1). Kebulatan suara, Individu berhak memveto untuk kepentingan umum dan perdebatan dilakukan secara terbuka;(2). Mayoritas Absolute; (3). Dalam keputusan demokratis, suara minoritas dapat menentukan kemenangan; (4). Gabungan Minoritas (interested minorities); (5).Mayoritas sederhana (simple majority) yaitu konsepsi jumlah suara terbesar yang jadi pemenang.
Kesetaraan politik dapat dicapai melalui dua cara yang pertama adalah kesetaraan retrospektif yang diukur melalui apakah setiap orang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dan yang kedua kesetaraan prospektif dilihat apakah setiap orang atau kelompok dihambat atau dicegah untuk ikut menentukan. Tirani mayoritas kesetaraan prospektif tidak terwujud, sedangkan minoritas permanen kuat dan tak dapat dielak menjadi bentuk lain dari tirani. Dengan demikian kesetaraan hanya diraih dengan suara bulat atau mayoritas sesuai prosedur. Dengan demikian subtansi demokrasi yang ditawarkan oleh Jack Lively adalah kesetaraan politik, keputusan mayoritas atau minoritas bukan menjadi persoalan selama ada jaminan kesetaraan politik.[4]
Dari pandangan J. Lively tenyata standar dari variasi demokrasi idak ada, kekuatan mayoritas akan sangat mungkin membatasi ruang gerak minoritas, yang jelas-jelas sudah keluar dari esensi nilai ideal demokrasi. memungkinkan sebuah elit penguasa membendung ruang gerak minoritas, ternyata hal ini sudah keluar dari esensi nilai ideal sebuah konsep demokrasi. Secara tradisional konsep yang digunakan dalam kekuasaan politik adalah pemerintahan dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat. Demokrasi adalah sebuah tipe pemerintahan dimana rakyat secara keseluruhan memilih pejabat publik tertinggi dan menyetujui program-program yang ditawarkan pada saat pemilihan dan dasar pelaksanaannya adalah konstitusi yang disepakati. Sebagai konsekwensi dari pelaksanaan demokrasi semacam ini adalah pemindahan kekuasaaan dari pemilih yang mayoritas adalah benar adanya. Dengan demikian asumsinya bahwa logika kekuasaan yang ada semua WN diharuskan tunduk oleh pemenang dari pemerintahan ini dan instrumen kekuasaan dalam bentuk kekuatan dalam bertindak atas nama ketaatan terhadap pemerintah terhadap warga negara dapat diterapkan dan legal. Dalam upaya antisipasi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) maka diperlukan kualitas moral dan etika pejabat publik dalam menjalankan pemerintahan sangat diperlukan sehingga keputusan politik yang dibuat merupakan cermin dari harapan warganegara secara keseluruhan termasuk minoritas.
Kebaikan dan Keburukan Demokrasi
Jack Lively menyebut tiga kriteria kadar kedemokrasian sebuah negara: (1) sejauh mana semua kelompok utama terlibat dalam proses-proses pengambilan keputusan, (2) sejauh mana keputusan pemerintah berada dibawah kontrol masyarakat, (3) sejauh mana warga negara biasa terlibat dalam administrasi umum. Merujuk dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan demokratis mempunyai keunggulan yang paling utama adalah keikutsertaan atau keterlibatan rakyat melalui partisipasi dalam kegiatan pemerintahan. Oleh karena proses demokratisasi itu menyangkut partisipasi warga negara dalam proses politik, maka penyiapan warga negara yang cerdas dan bertanggung jawab merupakan isu yang sangat penting dalam proses demokratisasi negara saat ini (Winataputra, 2002).
Dengan demikian,jelaslah kiranya, bahwa warga negara yang demokratis adalah warga Negara yang mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari,seperti toleransi, bertanggung jawab, berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan, saling membantu sesama warga, bermusyawarah untuk memecahkan masalah yang dihadapi bersama, dan sebagainya.
Ironi Demokrasi
Demokrasi sebagai proses politik dapat memuat muatan-muatan lokal sesuai area yang melingkarinya (seperti pengalaman politik dan definisi orang-orang yang duduk dalam pemerintahan). Karena itu, tidak pernah ada sistem demokrasi ideal yang pernah terwujud. Disamping itu, karena banyaknya area yang mempengaruhi dan melingkupinya, maka dalam ilmu politik seringkali sulit membedakan antara pemerintahan demokrasi dan pemerintahan tirani dan cacat demokrasi yang paling fatal adalah terdapat pada landasan konsepsinya sendiri. Prinsip kedaulatan di tangan rakyat yang diwujudkan dalam suara terbanyak. Prinsip mayoritas ini amat rentan tatkala penguasa atau sekelompok orang dapat merekayasa masyarakat melalui propaganda, money politic, tindak persuasif hingga represif agar mendukungnya. Sisi lain yang perlu dicatat bahwa rakyat sendiri adalah individu yang tak lepas dari tarikan hawa nafsu dan godaan setan. Timbangan baik buruk yang diserahkan pada rakyat adalah sebuah kekacaubalauan.[5]
Keputusan yang diambil dalam demokrasi diambil dari suara terbanyak karena semua memiliki kedudukan sama di depan hukum sedangkan dalam perspektif Islam prinsip suara mayoritas bertentangan dengan ajaran agama, ada anggapan bahwa demokrasi hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan anggapan bahwa demokrasi hanya melanggengkan kepentingan ideologi dan ekonomi (barat) dengan disamarkan dengan kata-kata manis seputar kebebasan dan demokrasi. Seringkali demokrasi digunakan sebagai alat propaganda untuk memuluskan kepentingan elit politik tertentu. Serta ironi lainnya, dikhawatirkan prinsip mayoritas yang merupakan substansi dalam sistem pemerintahan demokratis akan memunculkan suatu produk hukum yang hanya akan melayani kehendak dan kepentingan mayoritas.

Kesimpulan
Demokrasi yang bermula dan diyakini dari perkembangan kenegaraan city-state Yunani kuno, hingga saat ini terus mengalami ujian dengan mencoba untuk menemukan “standart dan criteria”. Negara-negara yang paling dianggap paling demokratis saat ini, dalam realitasnya tidaklah demikian. Ketika negara dihadapkan pada urusan kepentingan nasional tertentu, dan kepentingan rezim atau kelompok pada tataran yang lain, perilaku mereka cenderung menghambat demokrasi. Dalam demokraai yang ideal, setiap orang akan berusaha untuk membujuk seseorang setuju pad pandangannya dan bebas atau menolak pandangan seseorang. Demokrasi yang ideal berasumsi bahwa, jika sebuah pendapat dapat dengan bebas diutarakan pada penguasa (menyampaikan aspirasi).
Dengan demikian tujuan dari kematangan demokrasi adalah menciptakan dan menjamin setiap orang dalam kondisi minimal yang diperlukan untuk menjadi warganegara yang beradap. Kondisi yang ada banyak dan bervariasi diantaranya kebebasan berpolitik, kesetaraan ras, toleransi beragama, kebebasan intelektual, perbaikan budaya, memberikan kesempatan lapangan kerja, keamanan terhadap kekerasan sosial. Dengan demikian bahwa semakin jelas bahwa demokrasi sesungguhnya dapat menciptakan tingkat civilization yang lebih tinggi pada masyarakat.










Referensi

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik-Edisi revisi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Website:

No comments:

Post a Comment