ideologi (Tugas HI)

NAMA                                    : Redha Alfian
NIM                                        1001120325
JURUSAN                               : HUBUNGAN INTERNASIONAL
MATA KULIAH                     : PENGANTAR ILMU POLITIK
DOSEN PEMBIMBING         : Dr. ALIMIN SIREGAR
FAKULTAS                            : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KELAS                                    : REGULER A
 

Pendahuluan
            Liberalism (liberalisme) adalah paham tentang pentingnya kebebasan individu, comunism adalah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan, Socialism adalah ajaran yang mengakui bahwa keadilan sosial hanya dapat tercapai melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, dan keadaan masyarakat dimana hak milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus, Capitalism atau Capital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, Feminism adalah paham yang mengedepankan peran perempuan, Socialism (sosialisme) adalah paham organisasi masyarakat yang di timbulkan oleh akibat Capitalism (kapitalisme). Tulisan ini menerangkan Liberalism, Socialsm, communism, Feminism, dan Capitalism sebagai konsep-konsep dasar ilmu politik yang mempunyai dampak perkembangan pemikiran terhadap ilmu politik serta pengaruhnya terhadap perkembangan sistem demokrasi yang paling banyak dipakai oleh Negara-negara di dunia.

1. Liberalism
            Liberalism (liberalisme) adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.[1] Perkembangan awal ideology liberal terjadi pada abad ke 17, ide-ide liberal mulai untuk mempengaruhi pemerintah di Eropa, di negara-negara seperti Belanda, Swiss, Inggris dan Polandia, tapi mereka sangat menentang, sering kali dengan bersenjata mungkin, oleh orang-orang yang lebih menyukai monarki absolut dan mendirikan agama. Disisi lain perkembangan liberal yang signifikan terjadi pada abad ke-18 seiring dengan pemikiran-pemikiran yang lahir pada masa pencerahan dan Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18. Liberalisme merupakan ideologi kelas tertentu yang mencirikan kepentingan ketentuan. Pemikiran tentang liberal dibedakan atas perkembangannya yaitu liberalisme klasik dan Neoliberalisme (liberalisme baru).
§         Liberalisme Klasik
            Perkembangan liberalisme klasik sangat erat hubungannya dengan Revolusi Prancis yang disebabkan oleh ideologi liberal yang total dan mutlak (absolute) yang dijalankan oleh pemerintahan monarki Prancis pada saat itu. Perasaan “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan” jelas mengacu pada aspirasi kaum borjuis Prancis (pengusaha, pedagang, bankir, intelektual, dan para professional seperti; pengacara. Dokter, jurnalis, dan ahli teknik) yang merasa dikekang oleh lembaga kebangsawanan yang dikuasai oleh monarki absolute.
            Kaum borjuis Perancis abad ke-18 berusaha untuk mengakhiri penguasaan ekonomi yang telah ketinggalan zaman (merkantilisme) pada perdagangan, penanaman modal, dan pengembangan usaha, mereka berusaha menghilangkan peran Gereja Katolik sebagai pemilik harta kekayaan dan lembaga ekonomi. Penuntutan juga dilakukan dengan tuntutan pengurangan kekuasaan monarki atau menurut ketentuan kejadian yang bersifat Revolusioner dihapus sama sekali.
            Selain itu mereka juga mendesak penghapusan hak-hak istimewa dan status sosial yang membedakan mereka dengan kaum bangsawan. Kaum borjuis juga menghendaki control pada lembaga parlementer sebagai pengganti monarki, dengan sistem ekonomi perdagangan bebas yang dilandaskan pada kapitalisme dan asas-asas laissez faire (Negara tidak campur tangan) sebagai pengganti merkantilisme dan menginginkan agar semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, sekurang-kurangnya ketika lahir, tidak terbebani oleh perbedaan-perbedaan gelar dan derajat sebagai pengganti hak-hak istimewa dan status sosial yang diwariskan.
§         Neoliberalisme
            Secara sederhana “neoliberalisme” berarti liberalisme baru. Khususnya sesuai dengan kondisi Amerika di mana nama “liberal” yang banyak disalahgunakan menjadi pengertian dukungan ideologi bagi program pemerintah yang berusaha untuk mendorong persamaan untuk memperoleh kesempatan secara lebih besar bagi setiap warga Negara. Dengan demikian liberalis masa kini atau neoliberalis menginginkan agar peran pemerintah lebih besar dalam masalah-masalah kewarganegaraan. Tetapi keterlibatan pemerintah dalam bidang ekonomi, pendidikan, hubungan ras, dan dalam semua bidang yang dewasa ini dipengaruhi oleh pemerintah dinilai oleh neoliberal berdasarkan logika yang mula-mula mengilhami liberalisme klasik: ketimpangan adalah ciri hubungan sosial yang bisa diterima hanya sejauh semua warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk menunjukkan bagaimana ketidaksamaan.
2.   Communism
            Kaum komunis tidaklah menuntut bahwa semua orang harus sama dalam segala hal. Karena itu mereka tidak menyatakan bahwa pria dan wanita  adalah sama atau bahwa mereka harus dipersamakan. Malah sebaliknya mereka berpendapat bahwa kita mempunyai hak yang sama untuk mempertahankan badan kita dan pengembangan kreasi diri kita.[2]
Dasar dari pemahaman ideology  berasal  dari Manifest der Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifes politik yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848, teori mengenai komunis adalah analisis pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.

Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme di awal abad ke-19an, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dengan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangannya yang saling berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.
Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal atas individu. pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata akan tetapi dalam kenyataannya hanya dikelolah serta menguntungkan para elit partai, Komunisme memperkenalkan penggunaan sistim demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal hak perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.


            Dari kalangan komunis sendiri dikenal pola Yugoslavia-dan bentuk ekstrem dalam diri Milovan Djilas-yang secara politis dan ekonomis merupakan penyimpangan yang paling jauh dari pola yang pernah digariskan oleh Uni Soviet. Kita teringat akan eksperimen Cekoslovakia yang dibawah pimpinan Alexander Dubchek telah berusaha memperjuangkan apa yang dinamakan “komunisme dengan wajah kemanusiaan” (communism with a human face). Selain itu, di beberapa Negara Eropa Timur sedang diperjuangkan perubahan-perubahan dibidang ekonomi yang lebih menekankan soal insentif dan desentralisasi dalam perencanaan dan manajemen. Kalau reformasi ekonomi ini dapat dilaksanakan, maka akan mempunyai implikasi politik yang jauh pula.[3]
               
3. Conservatism
            Konservatisme bukan merupakan kumpulan kepercayaan melainkan suatu suatu sudut pandangan atau suatu kerangka pemikiran. Ia tidak dapat diidentifikasi menurut waktu dan tempat tertentu, atau dengan aliran pemikirann tertentu. Perbedaan umum bagi konservatisme adalah adalah radikalisme, akan tetapi apa yang radikal dalam suatu keadaan bisa menjadi konservatif dalam keadaan yang lain. Bagi mereka yang konservatif, akal bukanlah tuntutan yang tak pernah salah melainkan bantuan untuk memahami sifat manusia dan masyarakat. Orang yang konservatif tidak mengingkari adanya ketidakadilan di dunia atau bahwa mungkin terdapat ketidakadilan yang besar dalam masyarakatnya sendiri. Kaum konservatif cenderung melihat masyarakat yang “adil” sebagai masyarakat yang penuh ketimpangan social, ekonomi, dan politik, kalaupun memang inilah ciri-ciri semua masyarakat sepanjang sejarah. Berbeda dengan liberalisme klasik, konservatisme tidak begitu congkak mengenai ciri warga nagara yang baik dengan kepentingan pribadi dari kelas social tertentu. [4]
            Paham konservatif ditandai dengan gejala-gejala berikut : pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehinnga setiap orang mengetahui bagaimanakah ia harus berhubungan dengan orang lain. Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil itu diperlukan suatu pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat, tetapi bertanggung jawab. Paham konservatif berpandangan  pengaturan yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang sama terhadap setiap orang. Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk pertama kali negara kesejahteraan (welfare-state) dengan program-program jaminan social bagi yang berpenghasilan rendah.[5]

4.Feminism

Feminisme liberal

Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “didalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

Feminisme Marxis

Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property). Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property. Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.[6]
Feminisme Islam
Feminisme Islam adalah bentuk feminisme terkait dengan peran perempuan dalam Islam . Ini bertujuan untuk kesetaraan penuh dari semua umat Islam , terlepas dari jender, dalam kehidupan publik dan swasta. feminis Islam pembela hak-hak perempuan , kesetaraan gender , dan keadilan sosial didasarkan pada kerangka Islam. Meskipun berakar dalam Islam , gerakan pelopor juga telah dimanfaatkan sekuler atau non-Muslim feminis wacana Eropa dan dan mengakui peran feminisme Islam sebagai bagian dari gerakan feminis global terpadu. Selama hari-hari awal Islam di abad ke-7 Masehi , reformasi dalam hak-hak wanita yang terkena dampak perkawinan, perceraian dan warisan. [3] Perempuan tidak diberikan status hukum tersebut dalam budaya lain, termasuk Barat, sampai abad kemudian. Oxford Kamus Islam menyatakan bahwa perbaikan umum status perempuan di masyarakat Arab termasuk pelarangan pembunuhan bayi perempuan dan menyadari penuh kepribadian perempuan  (lihat etika Islam ). Menurut hukum Islam, perkawinan tidak lagi dipandang sebagai sebuah status tetapi lebih sebagai kontrak, di mana wanita persetujuan itu penting. "The mahar , sebelumnya dianggap sebagai mahar yang dibayarkan kepada ayah , menjadi hadiah perkawinan yang ditahan oleh istri sebagai bagian dari properti pribadinya ". "Perempuan diberi hak waris dalam sebuah masyarakat patriarki yang sebelumnya dibatasi warisan saudara laki-laki. "
Annemarie Schimmel menyatakan bahwa "dibandingkan dengan posisi pra-Islam perempuan, undang-undang Islam berarti suatu perkembangan yang sangat besar, wanita memiliki hak, setidaknya menurut huruf hukum, untuk mengelola kekayaan ia telah membawa ke dalam keluarga atau telah diperoleh bekerja sendiri.[7]    


5. Facism
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang menjunjung kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara.
Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.[8]
            Sebenarnya fasisme lebih merupakan gaya politik daripada ideology sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan simbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.
            Hal ini akan dapat dipakai apabila terdapat seorang pemimpin karismatik sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat. Dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman, Jepang, Italia, dan Spanyol, tetapi penerapan paham ini sangat bervariasi di antara negara-negara tersebut.
            Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) di negara-negara maju, seperti Skin Head dan  Ku Klux Klan di Amerika Serikat yang berusaha mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.[9]



Kesimpulan
Liberalism, Socialsm, communism, Feminism, dan Capitalism tidak lain adalah suatu paham yang mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Baik dilihat dari segi sejarah perkembangannya dan dapat dilihat juga dari segi pengaruhnya terdapat sebuah sistem yang dianut oleh suatu masyarakat.
            Paham-paham ini tidak hanya memengaruhi di bidang politik, tetapi juga memengaruhi dibidang ekonomi yang merupakan bidang yang sangat berpengaruh dalam suatu Negara atau masyarakat untuk berubah menuju perekonomian yang lebih maju dari system yang sebelumnya.













REFERENSI :

Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010).


Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008).

Miriam Budiardjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik” : Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010 ).



[1] “Liberalisme didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
[2] Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008) Hlm. 109-111
                                                                     
[3] Miriam Budiardjo, “Dasar-dasar Ilmu Politik” : Edisi Revisi ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010 ) hlm.164
[4]  Carlton Clymer Rodee, Carl Quimby Christol, Totton James Anderson, Thomas H. Greene. Penerjemah : Zulkifly Hamid. “Pengantar Ilmu Politik”. (Jakarta : RajaGrafindoPersada, 2008). Hlm. 143-144
[5] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) hlm. 45-46
[6]Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme. Selasa, 19 Oktober 2010. Pkl. 19:02 WIB
[7] Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme. Selasa, 19 Oktober 2010.
[8] Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Fasisme. Selasa, 19 Oktober 2010.
[9] Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) hlm. 49

No comments:

Post a Comment