pembodohan siswa tersistematis


sekolah sebagian anggapan banyak orang tua mungkin merupakan harapan satu-satunya bagi pendidikan anak agar dapat meraih masa depan yang gemilang. Namun celakanya harapan tersebut tampaknya mulai sirna . Sekolah tidak lagi berdaya menghaslkan manusia yang tangguh menghadapi tantangan baik moral maupun intelektual.
Orang tua mana yang tidak menginginkan buah hatinya mendapatkan ilmu ketika mengenyam pendidikan di bangku sekolah? Dari bangku SD hingga perguruan tinggi. Karena dengan pendidikan, orang tua berharap sang buah hati bisa ikut andil mengangkat derajat bangsa kita di mata dunia. Tapi, apa jadinya ketika sang buah hati tidak menjadi pintar malah sebaliknya “bodoh”.
Perilaku pembodohan siswa yang tersistematis telah menjadi penyebab bagi gagalnya pendidikan anak bangsa yang berkualitas. Perilaku pembodohan tersebut kini bahkan sadar tidak sadar telah mendarah daging dalam praktik pendidikan di Indonesia. Pemalsuan ijazah, penjualan gelar, penyuapan dari orang tua ke guru, guru yang asal mengajar, hingga pergantian penguasa yang tidak banyak membawa perubahan selain sekedar berganti-ganti kurikulum.
Sebuah realita, profesi guru di Indonesia merupakan tempat pelarian orang-orang yang gagal memperoleh pekerjaan yang (katanya) lebih menjamin kesejahteraan. (hal. 27) Karena profesi guru merupakan tempat pelarian, maka Indonesia pun hanya mencetak guru-guru yang tidak pantas untuk menjadi guru, sehingga Indonesia hanya melahirkan guru-guru yang text book. Akhirnya, setiap awal tahun ajaran baru, guru secara tidak langsung menjeritkan bahwa “Maaf!!! Masyarakat miskin dilarang sekolah!!!”, karena harus membeli buku-buku cetak yang baru yang sama dengan gurunya.
Dan sebenarnya, kemana system pendidikan kita akan berkiblat. Mungkinkah karena perasaan egoisme, suka meniru, jika tidak dari luar negeri, kita tidak menganggapnya baik, akhirnya menjadi carut marutlah system pendidikan kita. Hingga akhirnya bangsa ini tidak memiliki karakter, cirri, budaya, dan cara sendiri yang tentunya cocok dan sesuai untuk system pendidikan kita
Dalam bukunya, M. Joko Susilo mencoba membagi Perilaku pembodohan siswa yang sering terjadi menjadi tiga kelompok yaitu pertama dalam rumah tangga yang berbentuk kurangnya perhatian, menyuap sekolah (guru), pemaksaan hak, menyuruh anak mencari nafkah, keras dalam mendidik. Kedua dalam sekolah, perilaku pembodohan siswa yang sering terjadi di sekolah adalah manipulasi nilai,guru tidak percaya diri, gaya belajar yang membodohkan siswa, soal ujian sama persis dengan tahun sebelumnya, hukuman yang tidak mendidik, guru yang tidak ideal. Ketiga pembodohan dalam masyarakat diantaranya adalah budaya kapitalis, anarkis, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan dan ijazah palsu. Dampak dari kesalahan kebijakan pemerintah adalah termasuk tindakan pembodohan siswa diantaranya mahalnya buku, pegadaan dan penyebaran guru, standarisasi kelulusan siswa, mendiskriminasikan keberadaan sekolah swasta, sekolah gratis.
Buku tersebut memang memiliki unsur motivasi yang kuat. Boleh saja di awal-awal bab kita akan banyak menemui kalimat kalimat berupa kritikan. Tapi sebagai dosen, penulis memberikan saran, gagasan dan ide-ide yang jika diimplementasikan dalam sistem pendidikan kita. Buku ini bagus untuk di baca untuk: siswa, orang tua siswa, guru, wakil rakyat, dan pihak pemerintahan (jika sempat), demi terwujudnya pendidikan yang bermutu. Karena dalam mewujudkan dan mencetak SDM yang gerkualitas, perlu adanya kerjasama antara pihak-pihak yang bersangkutan. Buku yang berjudul “pembodohan siswa tersistematis”, tersebut menggambarkan sang penulis sebagai figur yang peduli akan dunia pendidikan kita.

No comments:

Post a Comment